MAKALAH
KIMIA PANGAN
PIGMEN
“Potensi Daun Katuk Sebagai Sumber Zat Pewarna Alami dan Stabilitasnya
Selama Pengeringan Bubuk Dengan Menggunakan Binder Maltodekstrin”
Kelompok 8 :
Pebrin
Manurung 240210090132
Fitriyana
Billah 242021090133
Fina Muftia 240210090134
Ika
Oktaviani 240210090135
M. Ilham 240210090137
Rizki Novita
Sari 240210090139
JURUSAN
TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN
JATINANGOR
2010
KATA PENGANTAR
Makalah
kimia pangan yang berjudul “Potensi Daun Katuk Sebagai Sumber Zat Pewarna Alami dan Stabilitasnya
Selama Pengeringan Bubuk Dengan Menggunakan Binder Maltodekstrin”
disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kimia Pangan pada
Jurusan Teknologi Industri Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian,
Universitas Padjajaran Bandung.
Makalah
ini diharapkan dapat digunakan baik oleh mahasiswa untuk menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan serta membantu dosen untuk sebagai tambahan referensi bahan
ajar.
Pada kesempatan ini
kami hendak mengucapkan terima kasih pada :
·
Debby M. Sumanti, Ir.,
MS sebagai Ketua Jurusan Teknologi Industri Pangan.
·
Tensiska, Ir., MS dan
Edy Subrata selaku dosen ajar mata kuliah Kimia Pangan.
·
dan juga semua pihak
yang telah membantu terealisasinya makalah yang sebagian besar bersumber dari
Jurnal penelitian ini.
Penyusun
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, oleh
karena itu saran-saran untuk melengkapi ataupun memperbaikinya sangat
diharapkan. Akhir kata semoga makalah
ini berguna bagi kemajuan pendidikan dan pihak yang membutuhkan.
penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daun katuk (Sauropus Androgynus–(L) Merr) banyak
dikenal memiliki manfaat untuk melancarkan produksi air susu ibu (ASI). Senyawa
dalam daun katuk yang berperan untuk melancarkan ASI adalah asam seskuiterna.
Manfaat lain daun katuk juga dapat digunakan sebagai pewarna alami yang dapat
memberi warna hijau tanpa menimbulkan residu. Daun tanaman katuk merupakan daun
tunggal, karena hanya merupakan helaian dan tangkai daun saja, mudah didapat
dan sudah digunakan berbagai bahan makanan antara lain pewarna hijau pada ketan
dan lain-lain. Kandungan Nutrisi daun katuk per 100 g mempunyai kompo-sisi
protein 4,8 g, lemak 1 g, karbohidrat 11 g, kalsium 204 mg, fosfor 83 mg, besi
2,7 mg, vitamin A 10370 SI, vitamin B1 0,1 mg, vitamin C 239 mg, air 81 g
(Anonim,1981). Daun katuk mengandung khlorofil yang cukup tinggi, daun tua 65,8
spa d/mm2, daun muda 41,6 spa d/mm2.
Manfaat
daun katuk sebagai pewarna makanan alami dapat dijadikan alternatif untuk
menggantikan pewarna kimia sintetis. Misalnya untuk membuat tape ketan yang
berwarna hijau, Sari daun katuk ini bisa langsung digunakan untuk mewarnai
bahan makanan. Pigmen alami dapat menjadi salah satu pilihan untuk meningkatkan
ketahanan dan kualitas pangan karena pigmen alami merupakan salah satu zat non
gizi yang mampu memberikan nutrisi bagi tubuh. Selain itu, pigmen alami
ditemukan sangat melimpah pada sebagian besar sumber daya alam lokal Indonesia.
Pigmen alami juga terbukti aman, baik sebagai makanan maupun pewarna makanan
dibandingkan pewarna sintetik. Kenyataan ini karena penggunaan pewarna alami
lebih menguntungkan dibandingkan pewarna sintetis, yaitu aman karena terbuat
dari bahan alam yang tidak menimbulkan efek negatif bagi tubuh, mudah didapat,
serta dapat menimbulkan rasa dan aroma khas. Sedang pewarna sintetik dapat
berdampak negatif yaitu menyebabkan toksik dan karsinogenik. Namun penggunaan
pewarna makanan alami semakin lama semakin ditinggalkan produsen makanan. Hal
ini disebabkan oleh karena kurang praktis dalam pemakaiannya terkait dengan
belum adanya pewarna alami yang dijual di pasaran sehingga produsen makanan
harus membuat
sendiri pewarna makanan yang dibutuhkan
tersebut. Disamping itu kelemahan dari penggunaan pewarna alami adalah warna
yang kurang stabil yang bisa disebabkan oleh perubahan pH, proses oksidasi,
pengaruh cahaya dan pemanasan, sehingga intensitas warnanya sering berkurang
selama proses pembuatan makanan. Dengan demikian diperlukan alternatif lain
agar penggunaan pewarna alami menjadi
lebih praktis. Salah satu Alternatif lainnya yaitu ektraksi daun katuk sebagai
pewarna alami dan stabilitasnya selama pengeringan bubuk dengan menggunakan
binder maltodekstrin.
Maltodekstrin merupakan
polimer dekstrosa (biasa disebut polimer glukosa), yang mudah larut dalam air
dingin, serta mempunyai kemanisan yang rendah. Maltodekstrin dapat bercampur
dengan air membentuk cairan koloid bila dipanaskan dan mempunyai kemampuan
sebagai perekat, tidak memiliki warna dan bau yang tidak enak serta tidak
toksik.
I.2.
Tujuan Penulisan
·
Untuk mengetahui
pemanfaatan daun katuk sebagai pewarna alami dalam bentuk bubuk
·
Untuk mengetahui
pengaruh jumlah maltodekstrin terhadap kadar khlorofil dan intensitas warna
bubuk
·
Untuk mengetahui
pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar khlorofil dan intensitas warna bubuk
·
Untuk mengetahui cara
menentukan jumlah binder yang tepat agar mendapatkan bubuk yang disukai
·
Untuk mengetahui cara
menentukan suhu pengeringan yang tepat agar mendapatkan bubuk yang disukai
1.3. Manfaat Penulisan
Hasil penelitian yang
disajikan dalam bentuk makalah ini diharapkan bermanfaat bagi para mahasiswa akan
pentingnya daun katuk sebagai bubuk pewarna alami yang aman dan tidak
mempengaruhi sifat fisik (warna) pada bahan pangan melalui penambahan
maltodekstrin pada bubuk ekstrak daun katuk sehingga para produsen makanan
tidak menggunakan bahan pewarna sintetik yang berbahaya
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Klorofil adalah zat
pembawa warna hijau atau zat hijau daun pada tumbuh-tumbuhan. Klorofil berperan
melakukan fotosintesa (menyerap dan menggunan energi sinar matahari untuk
mensintesa oksigen dan karbohidrat dari CO2 dan air) pada tumbuh-tumbuhan. Daun
katuk merupakan salah satu tumbuhan yang meliliki klorofil yang dapat
menghasilkan zat warna hijau. Ada dua
jenis klorofil yang telah berhasil diisolasi yaitu klorofil a dan klorofil b.
Keduanya terdapat pada tanaman dengan perbandingan 3 : 1. Kedua jenis klorofil
tersebut secara kimiawi sangat mirip.
Klorofil a termasuk
dalam pigmen yang disebut porfirin; hemoglobin juga termasuk ke dalamnya. Pada
prinsipnya molekul klorofil sangat besar dan terdiri dari 4 cincin pirol yang
dihubungkan satu dengan yang lainnya oleh gugus metena (-CH=) membentuk sebuah
molekul yang pipih. Pada karbon ke tujuh terdapat residu propionat yang
teresterifikasi dengan fitol dan rantai cabang ini bersifat larut dalam
lipid. Rumus bangun klorofil a dan b
pada gambar 2. Perbedaan keduanya terletak pada atom C no. 3 dimana metil pada
klorofil a diganti dengan aldehida pada klorofil b. Pada hakikatnya klorofil
merupakan senyawa yang tidak stabil sehingga sulit untuk menjaga agar
molekulnya tetap utuh dengan warna hijau yang menarik. Beberapa peneliti
berpendapat bahwa dalam peranannya klorofil pecah dan kloroplas keluar.
Klorofil dalam daun masih berikatan dengan protein ketika proses pemanasan,
protein terdenaturasi dan klorofil lepas. Sehingga warna klorofil menjadi
coklat atau pudar.
Jika kita amati lebih
lanjut dalam tingkatan struktur kimiawi, akan kita jumpai keunikan dari
klorofil. Struktur dari klorofil memiliki kesamaan struktur dengan hemoglobin.
Perbedaannya hanyalah terletak pada atom pusat dari molekul. Atom pusat klorofil
adalah magnesium (Mg) sedangkan atom pusat hemoglobin adalah besi (Fe). Jika
hemoglobin diidentikan sebagai darah merah manusia, maka klorofil dapat
diidentikan sebagai darah hijau manusia. Karena kemiripan struktur inilah, maka
klorofil adalah satu-satunya molekul di dunia ini yang secara alamiah dapat
diterima oleh tubuh dan menjadi nutrisi vital bagi tubuh manusia.
BINDER
MALTODEKSTRIN
Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan maltodekstrin pada bubuk ekstrak daun katuk
cenderung tidak berpengaruh terhadap sifat fisik (warna dan rehidrasi), sifat
kimia (kadar air, kadar khlorofil) dan berpotensi sebagai pewarna alami. Dengan
daun katuk sebagai pewarna alami diharapkan dapat menjadikan pewarna alternatif
yang baik bagi kesehatan.
Hal ini dikemukakan oleh Sri
Hardjanti Staf Pengajar Universitas Mercu Buana Yogyakarta dengan judul
“Potensi Daun Katuk sebagai Sumber Zat Pewarna Alami dan Stabilitasnya selama
Pengeringan Bubuk dengan Menggunakan Binder Maltodekstrin”.
Klorofil yang
dihasilkan pada daun katuk cukup tinggi, daun tua 65,8 spa d/mm2, daun muda
41,6 spa d/mm2 dapat digunakan sebagai pewarna alami memberi warna hijau. (Puji
Rahayu dan Leenawaty Limantara, 2005). Remendem ekstrak khlorofil yang dikeringkan terlalu kecil,
sehingga penggunaan dan pengemasannya sulit, oleh karena itu perlu ditambahkan
binder. Namun penambahan binder yang semakin banyak menyebabkan intensitas
warna menjadi kecil, sehingga perlu dilakukan optimasi penggunaan binder.
Binder yang digunakan pada penelitian ini adalah maltodekstrin Norman (1979).
Dekstrin dapat terbentuk dari gula–gula sederhana dan turunannya, dekstrin
merupakan salah satu hidrokoloid yang mudah larut dalam air dingin.
Dekstrin dapat
terbentuk dari gula–gula sederhana dan turunannya, dekstrin merupakan salah
satu hidrokoloid yang mudah larut dalam air dingin. Permasalahan yang kedua
adanya pengeringan dapat menyebabkan panas sehingga perlu adanya optimasi suhu
pengeringan, oleh karena khlorofil dapat mengalami degradasi akibat panas
sehingga warna hijau mengalami perubahan. (Fennema,1985).
Maltodekstrin
didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang mengandung unit α-D-glukosa
yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan DE kurang dari
20. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2O)] (Kennedy et al. dalam
Kearsley dan Diedzic, 1995).
Menurut Kennedy (1995), aplikasi
maltodekstrin pada produk pangan antara lain pada:
·
Produk rerotian,
misalnya cake, muffin, dan biskuit, digunakan sebagai pengganti gula atau
lemak.
·
Makanan beku, maltodekstrin memiliki kemampuan
mengikat air (water holding capacity) dan berat molekul rendah sehingga dapat
mempertahankan produk beku.
·
Makanan rendah kalori,
penambahan maltodekstrin dalam jumlah besar tidak meningkatkan kemanisan produk
seperti gula.
Mutu
maltodekstrin di Indonesia ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional. Standar
mutu maltodekstrin sama dengan standar mutu dekstrin pada umumnya, kecuali
untuk DE maltodekstrin berkisar 19-20.
Klorofil yang dihasilkan pada daun katuk cukup tinggi, daun
tua 65,8 spa d/mm2, daun muda 41,6 spa d/mm2 dapat digunakan sebagai pewarna
alami memberi warna hijau. (Puji Rahayu dan Leenawaty Limantara, 2005).
Remendem ekstrak khlorofil yang
dikeringkan terlalu kecil, sehingga penggunaan dan pengemasannya sulit, oleh
karena itu perlu ditambahkan binder. Namun penambahan binder yang semakin
banyak menyebabkan intensitas warna menjadi kecil, sehingga perlu dilakukan
optimasi penggunaan binder. Binder yang digunakan pada penelitian ini adalah
maltodekstrin Norman (1979). Dekstrin dapat terbentuk dari gula–gula sederhana
dan turunannya, dekstrin merupakan salah satu hidrokoloid yang mudah larut
dalam air dingin.
Ekstrak Daun Katuk
Kelebihan daun katuk yaitu penggunaan daun katuk tidak mempengaruhi
sifat sensoris (tingkat kesukaan) produk. Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat
dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang
tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut
ke pelarut yang lain. Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnyabahan
alami) tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis
atau termis yang telah dibicarakan. Misalnya saja, karena komponennya saling
bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas,beda sifat-sifat fisiknya
terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah. Pada
penelitian ini dipilih ekstraksi cara mekanik. Hasil penelitian sebelumnya
(orientasi) diketahui bahwa jumlah air yang ditambahkan dan tekanan pengepresan
yang optimal agar diperoleh ekstrak daun katuk yang maksimal dan warna yang
paling hijau adalah tekanan 100 kg/cm2 dan rasio daun dan air 1:2.
Berdasarkan hasil orientasi, maka dipilih rasio penambahan air tersebut karena
kadar khlorofilnya paling tinggi. Kadar air daun katuk 67,66%, kadar khlorofil
daun katuk 2,74%, ekstrak daun .katuk
yang diperoleh sebesar 95,48%, kadar khlorofil ekstrak daun katuk sebesar
2,22%db.
Bubuk Ekstrak Daun Katuk
Ekstrak daun katuk yang diperoleh dari pengepresan ditambahkan dengan
air kemudian ditambah maltodekstrin, kemudian dilakukan pengeringan dengan
menggunakan spray drier sehingga dihasilkan bubuk ekstrak daun katuk.
Bubuk tersebut kemudian dianalisa kadar airnya dan hasil analisa kadar air
bubuk ekstrak daun katuk disajikan pada
Tabel
1. Kadar Air Bubuk Ekstrak Daun Katuk (% bb )
Berdasarkan Tabel 1
terlihat bahwa kadar air bubuk ekstrak daun katuk dengan penambahan jumlah
maltodektrin dan suhu pengeringan mengalami penurunan akibat pengeringan. Kadar
air bubuk ekstrak daun katuk berkisar antara 5,64%- 8.05%. Nilai ini masih
berkisar pada syarat bubuk rata-rata yang umumnya kurang dari 10%. Kadar air
paling rendah pada penambahan maltodekstrin 4% dengan suhu pengeringan 90oC dan
berbeda dengan 6% 80°C, 8% 80°C dan 8% 90°C. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena kadar maltodekstrin paling rendah, sehingga penguapan air lebih cepat.
Sebaliknya semakin banyak penambahan maltodekstrin maka kadar air semakin
tinggi
Kadar khlorofil pada
bubuk ekstrak daun katuk akan me-nentukan intensitas warna yang dihasilkan.
Hasil analisa kadar khlorofil disajikan pada .
Tabel 2. Khlorofil Pada Bubuk
Ekstrak Daun Katuk
Kadar khlorofil bubuk ekstrak daun katuk berbeda nyata. Semakin banyak
penambahan maltodektrin kadar khlorofil semakin rendah. Suhu tidak berpengaruh
terhadap kadar khlorofil. Namun kecenderungannya pada suhu 90oC kadar
khlorofil lebih tinggi. Hal ini karena pada suhu tinggi waktu pengeringannya
lebih cepat, sehingga degradasi khlorofil lebih kecil. Kecenderungan pengaruh
suhu dan jumlah maltodektrin dapat dilihat pada Gambar 1.
Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa
semakin banyak penambahan maltodekstrin kadar khlorofil semakin rendah. Hal ini
disebabkan maltodektrin menambah jumlah padatan dan tidak me-ngandung
khlorofil, sehingga mengurangi proporsi khlorofil. Suhu tidak mempengaruhi
jumlah khlorofil, namun cenderung lebih tinggi pada suhu 90oC.
Gambar
1. Kadar khlorofil pada suhu dan jumlah maltodektrin yang berbeda
Pengukuran warna pada penelitian ini
menggunakan Lovibond model F yang memberikan penilaian berdasarkan (Redness,
Yellowness, Blueness). Hasil analisa warna pada bubuk ekstrak daun katuk
disajikan pada Tabel 3.
Berdasarkan hasil analisa menunjukan
penambahan malto-dekstrin 4% dengan suhu 900C menunjukkan intensitas warna
yang paling tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Yellowness dan Blueness
yang tinggi yang berarti warna yang dihasilkan semakin hijau. Hal ini
sesuai hasil analisa kadar khlorofil pada Tabel 2, bahwa pada penambahan
maltodekstrin 4% dengan suhu 90°C menghasilkan kadar khlorofil paling tinggi.
Rehidrasi
merupakan kemampuan suatu produk untuk me-nyerap atau larut dalam air. Hasil
analisa rehidrasi ditunjukkan
11 Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 13, No. 1, April
2008: 1-18
pada Tabel 4. Hasil analisa menunjukkan bahwa semakin
tinggi suhu yang digunakan daya melarut semakin besar. Hal ini berkaitan dengan
kadar air bubuk.
Pada
suhu 90oC
kadar air yang dicapai lebih rendah lebih higroskopis sehingga ada perbedaan
tekanan uap air yang besar antara solid dan cairan. Selain itu kemungkinan
lebih porous dibanding bubuk yang kadar airnya lebih tinggi. Akibatnya
kemampuan menyerap air lebih besar atau daya re-hidrasi lebih besar.
Penambahan maltodekstrin semakin banyak menyebabkan waktu
yang dibutuhkan untuk larut dalam air semakin lama. Semakin banyak
maltodekstrin artinya jumlah khlorofil lebih rendah. Perbedaan daya larut disebabkan karena selain
jumlah maltodektrin yang lebih banyak juga karena berat molekul maltodektrin
lebih besar dibanding khlorofil, sehingga daya larut lebih rendah.
Uji kesukaan dilakukan untuk mengetahui
tingkat kesukaan panelis terhadap bubuk ekstrak daun katuk sebagai pewarna
alami. Skala penilaian yang diberikan adalah 1: amat sangat suka, 2: sangat
suka, 3: suka, 4: agak suka, 5: agak tidak suka, 6: tidak suka, 7: sangat tidak
suka, 8: amat sangat tidak suka. Hasil uji kesukaan terhadap bubuk ekstrak daun
katuk disajikan pada Tabel 5.
Warna merupakan atribut mutu pangan yang sangat penting karena warna
adalah yang dapat dilihat pertamakali oleh konsumen serta sangat menentukan
tingkat penerimaan terhadap suatu produk. Warna pangan ditentukan oleh beberapa
pigmen alami yaitu seperti khlorofil pada pewarna hijau.
Hasil uji kesukaan terhadap warna bubuk ekstrak daun katuk menunjukkan
tidak beda. Penambahan maltrodekstrin dan pe-ngaruh suhu pengeringan tidak
berpengaruh untuk uji kesukaan warna yang dihasilkan. dengan spray drier warna
(khlorofil) akan semakin hijau karena khlorofil tidak banyak yang rusak sebelum
dilakukan pengeringan. Hasil uji kesukaan terhadap bau bubuk ekstrak daun katuk
menunjukkan tidak ada beda nyata nilai rata–rata 3 sampai 4 yaitu antara suka
dan tidak suka terhadap bubuk ekstrak daun katuk disukai karena bubuk tersebut
tidak menimbulkan bau harum sehingga tidak menimbulkan perubahan sifat inderawi
pada produk.
Kesukaan keseluruhan terhadap bubuk ekstrak daun katuk ditentukan oleh
kesukaan panelis terhadap warna dan bau. Hasil uji kesukaan terhadap kenampakan
bubuk ekstrak daun katuk secara keseluruhan juga tidak beda nyata,jadi pengaruh
suhu pengeringan dan penambahan jumlah maltodekstrin tidak berpengaruh uji
kesukaan.Paling disukai suhu 900C dan penambahan maltodekstrin 4%,dilihat
secara visual dan paling efektif .kadar air paling kecil,kadar khlorofil paling
besar.
Aplikasi
pewarna alami bubuk ekstrak daun katuk pada salah satu makanan yaitu dadar
gulung, dapat dilihat pada gambar 2.
BAB III
KESIMPULAN
Dari
penelitian yang telah dilakukan, secara umum dapat disimpulkan bahwa :
1. Daun katuk dapat digunakan sebagai bubuk pewarna alami karena daun
katuk tidak menimbulkan sifat inderawi yang dapat mempengaruhi nilai poduk.
2. Penambahan maltodekstrin pada bubuk ekstrak daun katuk cenderung tidak
berpengaruh terhadap sifat fisik (warna), sifat kimia (kadar air, kadar
khlorofil, rehidrasi).
3. Suhu pengeringan pada pembuatan bubuk ekstrak daun katuk sangat
berpengaruh terhadap kadar khlorofil dan intensitas warna pada bubuk ekstrak
daun katuk yang dihasilkan.
4. Semakin tinggi suhu pengeringan kadar khlorofil semakin tinggi dan
intensitas warna semakin hijau.
5. Bubuk daun katuk yang paling disukai dengan suhu pengeringan 900C
dengan penambahan maltodekstrin 4%.Kadar air 5,64%wb, kadar khlorofil 0,83% db,
warna Redness 0,65, Yellowness 8,9, Blueness 2,75.
rehidrasi 1,19 menit.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, Fardiaz, S., Puspita ,
N.L., Sedarnawati, Budiyanto, s., 1989. Petunjuk
Analisis Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat jendrai
Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas IPB. Bogor.
Bahri, Sinly., Evan Putra. Klorofil Sebagai Darah Hijau Manusia. http://www.chemistry.org/artikel_kimia/biokimia/klorofil_sebagai_darah_hijau_manusia/
Hardjanti S, 2006. Potensi Daun Suji Sebagai Sumber Zat Warna
Alami dan Stabilitasnya Selama Pengeringan Bubuk Menggunakan Binder
Maltodekstrin, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan
Gizi. Penerbit : Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar