Bismillah....

"Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya)." (QS. AN NAML:62)

Senin, 21 Juni 2010

Siapa yang tak kenal saus? Penyuka bakso, mi ayam, serta makanan cepat saji pasti sangat akrab dengan penyedap tambahan yang satu ini. Bagi sebagian kalangan, saus merupakan penyedap tambahan yang wajib tersedia.

Saus biasa ditemui di restoran, warung makan atau lapak jajanan pinggir jalan. Ada beraneka ragam jenis saus yang beredar di pasaran, seperti saus sambal, saus tomat maupun kecap manis. Jenis penyedap ini memang telah digunakan secara luas di dunia kuliner, karena bisa menghadirkan cita rasa yang khas.

Bukan sekadar tak afdol, apabila saus tak menemani sejumlah hidangan atau kudapan. Saus pun diyakini dapat memberikan arti lebih secara visual pada makanan. Warnanya yang merah mampu menggugah selera. Apalagi, bila rasanya lezat, maka kudapan atau hidangan pun menjadi lebih nikmat disantap.

Sejak abad pertengahan, saus mulai dimasukkan dalam komposisi penting bumbu masakan oleh masyarakat Prancis. Kata saus sendiri berasal dari bahasa Prancis 'sauce' yang diambil dari bahasa Latin 'salsus' (digarami). Empat jenis saus sangat populer hingga abad ke-19, yakni saus Bechamel (terbuat dari tepung terigu dan susu), saus Allemande (dari kaldu dengan kuning telur dan sari buah), saus Valoute (berbahan kaldu ayam, ikan dan daging sapi), serta saus Espagnole (dari kaldu sapi).

Sementara saus tomat baru ditemukan di Amerika Serikat pada pertengahan abad ke-19. Terakhir adalah penemuan saus Mayonaisse di awal abad ke-20. Perkembangan zaman menghadirkan inovasi baru pada produk saus. Seiring ditemukannya beragam varietas bahan baku, kini masyarakat mengenal saus sambal serta kecap manis, dua jenis saus yang paling digemari. Keduanya bisa dengan mudah ditemui di warung-warung makan pinggir jalan.

Hanya saja, bila dicermati, dalam kemasan botol saus maupun kecap yang dijual di warung-warung, sangat jarang ditemukan produk yang telah mencantumkan logo sertifikat halal dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI). Adanya sertifikat halal merupakan jaminan keamanan sebuah produk bagi konsumen umat Muslim.

Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Lukmanul Hakim, mengaku prihatin dengan kondisi tersebut. "Kalau bicara street food (jajanan jalanan), salah satu kekhawatiran terbesar kita adalah tidak jelasnya kualitas produk itu dari aspek kehalalan," paparnya, kepada Republika.

Masalah terbesar yakni masih rendahnya kesadaran produsen untuk mendaftarkan produknya agar memperoleh sertifikasi halal. Padahal, menurut Lukmanul Hakim, pihaknya sudah kerap kali melakukan sosialisasi bahwa untuk keperluan sertifikasi halal, tidak perlu mengeluarkan biaya mahal.

Hal itu jelas sangat berdampak bagi konsumen Muslim. Tanpa adanya pengujian terkait aspek halal, produk itu menjadi sangat rentan terhadap kandungan bahan-bahan dari sumber haram. Misalnya saja, adanya bahan baku terbuat dari darah, berbagai bahan pengawet serta pewarna, dan masih banyak lagi.

"Semua bahan baku itu terbilang kritis dari aspek kehalalan. Ini harus menjadi perhatian kita semua," tutur Lukmanul. Ia mengatakan, satu-satunya cara untuk mengatasi persoalan itu adalah peran serta masyarakat. Dalam kaitan ini, masyarakat dan produsen agar mengajukan permohonan sertifikasi halal kepada lembaga yang berwenang.

Pemerintah maupun LPPOM sendiri, tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi kepada produsen. "Aturan perundang-undangannya memang tidak mengharuskan produsen untuk mengantongi sertifikat halal, tapi baru sebatas imbauan," ujar dia.

Bila tidak ada desakan dari masyarakat, bahkan sebaliknya masyarakat membiarkan, maka produsen akan terus membuat produk yang tidak terjamin unsur halalnya. Terlebih mengingat ini merupakan bisnis dengan volume sangat besar.

"Kalau kita lihat, perusahaan yang memproduksi street food ini rata-rata punya omzet cukup besar. Mereka tentu punya kemampuan finansial untuk mengajukan sertifikat halal," ungkap Lukmanul. Jadi, tinggal masyarakat yang harus berperan aktif untuk melindungi diri sendiri dari bahan-bahan pangan non-halal.

Red: irf
Rep: yusuf ashiddiq

(www.republika.co.id)
Posted by MuFin On 10.36 No comments

0 komentar:

salah satu mimpiku..

salah satu mimpiku..
Prof. Dr. Fina M, Ir., M.Sc. (say : amin )

UNPAD

Himatipan UNPAD

Himatipan UNPAD
Blog himpunan jurasan teknologi pangan, Faktultas teknologi Industri Pertanian, UNPAD.

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi

Total Tayangan Halaman

jejak pengunjung.......

About Me

Foto Saya
MuFin
alhamdulillah, sekarang menuntut ilmu di kota "paris van java", angkatan 2009. target saya lulus 4 tahun (amin..) Berusaha agar hidup semata2 hanya untuk Allah.. Aku hanyalah seorang perempuan biasa yang memiliki mimpi yang tak biasa, seorang perempuan tak pintar yang ingin belajar untuk menjadi pintar, seorang perempuan yang penakut yang selalu semangat meraih cita-cita, seorang perempuan cengeng yang selalu berani menatap masa depan, seorang perempuan yang selalu menatap dengan senyum walau badai menghampiri... menatap ke bawah saat tergoncang, dan menatap ke atas saat tak ada badai dan Aku.... mencintai nya, sangat mencintai Nya.
Lihat profil lengkapku
  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube

    ^_^


    Recent Posts

    Text Widget

    ”Ada tiga perkara yang apabila terdapat pada diri seseorang, maka dia akan mendapatkan manisnya iman. Yaitu, dia lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada selain keduanya. Dia mencintai seseorang dan dia tidak mencintainya melainkan karena Allah. Dia enggan kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya dari kekufuran itu, sebagaimana dia enggan untuk dilemparkan ke dalam neraka” (HR. Bukhari dan Muslim).

    Listen To Qur'an

    Unordered List

    BThemes

    free counters

    Followers