Virus flu babi H1N1 telah menyebar secara diam-diam pada babi di Hong Kong dan bertukar gen dengan virus lain, dan para peneliti mengatakan temuan itu mendukung seruan bagi pengawasan lebih ketat penyakit pada babi sebelum virus tersebut menyerang manusia dan obat baru dapat dihasilkan.
Temuan itu, yang disiarkan di majalah Science, penting karena mendukung teori bahwa virus flu yang menyerang babi dapat bertukar gen dengan virus lain yang ada pada hewan tersebut, termasuk virus yang lebih berbahaya seperti virus flu unggas H5N1 atau H9N2.
Malik Peiris, ahli mengenai influenza yang mengerjakan studi itu, mengatakan temuan tersebut menggaris-bawahi pentingnya pengawasan penyakit pada babi.
"Itu memperlihatkan virus wabah dapat dengan mudah kembali ke babi. Segera setelah itu terjadi, virus tersebut dapat menyebar lagi bersama virus lain babi dan meningkatkan potensi konsekuensi yang tak terduga," kata Peiris, profesor mikrobiologi di University of Hong Kong.
Peiris dan rekannya, termasuk Guan Yi di University of Hong Kong, telah menemukan virus wabah H1N1 pada kain penyeka hidung dari babi yang kelihatan sehat di rumah jagal Hong Kong selama pemeriksaan rutin sejak Oktober 2009.
"Dari analisis genetika, apa yang ditunjukkan ialah masing-masing virus yang kami temukan pada babi tersebut berasal dari manusia," kata Peiris dalam satu wawacaran telefon dengan wartawan Kantor Berita Reuters, Tan Ee Lyn.
"Tak mengejutkan karena virus wabah muncul dari babi, jadi tak mengejutkan bahwa virus itu kembali ke babi," katanya.
Bertukar gen
Satu sampel yang dipisahkan dari babi di Hong Kong pada Januari 2010 membawa gen dari tiga virus --wabah H1N1, H1N1 "seperti virus unggas" Eropa dan apa yang disebut virus "triple reassortant", yang berisi sedikit virus flu unggas, babi dan manusia yang pertama kali ditemukan di Amerika Utara pada 1998.
"Ini menunjukkan babi adalah tempat virus wabah mungkin sebenarnya berubah dan menyebar kembali serta memperoleh kandungan baru yang mungkin," kata Peiris.
"Virus wabah tersebut pada manusia telah sangat stabil. Virus tak berubah sama sekali, bahkan meskipun orang prihatin itu mungkin menyebar kembali dan bercampur dengan virus manusia ... tapi tampaknya virus itu dapat bercampur dengan virus flu lain (pada babi)," katanya.
Penelitian genetika telah menunjukkan H1N1, yang pertama kali diidentifikasi pada April 2009, dan pada kenyataannya telah beredar selama setidaknya satu dasawarsa dan barangkali pada babi. Kendati ada pemantauan ketat pada ternak untuk melindungi mereka dari manusia, sedikit pemeriksaan dilakukan secara global untuk melihat apakah makanan ternak terinfeksi dan jika iya, oleh virus apa.
Beragam studi dalam satu tahun belakangan telah menunjukkan babi di Kanada dan negara lain tertular virus wabah H1N1, yang terbukti dibawa ke hewan oleh manusia.
Babi adalah waduk bagi banyak virus manusia, unggas dan babi dan para ahli seringkali merujuk hewan itu sebagai wadah pencampur yang ideal bagi patogen baru yang mungkin lebih berbahaya.
Ketika ditanya apakah ada kemungkinan H1N1 bercampur dengan H5N1, Peiris menjawab, "Itu tentu saja satu kemungkinan, itu sebabnya mengapa kita perlu mengikuti perkembangannya."
"Jika virus itu sangat mungkin untuk siap menyebar dan mengambil gen dari virus babi, kita mungkin akan menghadapi kombinasi gen baru yang dapat meningkat. Jika kita tak siap menghadapi itu, kita mungkin dapat menghadapi virus yang ... lebih mematikan yang kembali menyerang manusia," katanya.
Meskipun H5N1 adalah virus yang kebanyakan berasal dari unggas, virus tersebut mengakibatkan sakit yang lebih parah pada manusia dibandingkan dengan flu musiman dan menewaskan 60 persen orang yang diserangnya. Virus itu telah menyerang 499 orang dan menewaskan 295 di antara mereka sejak virus tersebut muncul pada 2003.
Organisasi Kesehatan Dunia awal Juni menyatakan wabah H1N1 belum usai, kendati kegiatannya yang paling kuat telah berlalu di banyak wilayah di dunia.
Sebelumnya, virus H1N1 yang menyebabkan flu babi masih dianggap enteng oleh masyarakat karena daya bunuhnya masih rendah. Baru-baru ini tim peneliti internasional mengungkapkan bahwa virus H1N1 ternyata lebih ganas dari yang selama ini diperkirakan.
Penelitian yang diketuai oleh virologis Yoshihiro Kawaoka menampilkan dengan detail gambar virus dan kualitas patogeniknya. Berbeda dengan yang selama ini dikira, ternyata virus H1N1 mampu menginfeksi bagian dalam sel di paru-paru, yang akan mengakibatkan pneumonia dan pada beberapa kasus, kematian. Virus flu biasa hanya menginfeksi satu sel pada sistem pernapasan atas.
"Ada kesalahpahaman tentang virus ini," kata Kawaoka, profesor patobiologikal dari UW-Madison School of Veterinary Medicine. "Orang mengira patogen virus ini serupa dengan flu biasa. Hasil studi kami memberi bukti nyata bahwa ia berbeda," katanya.
Kemampuan virus itu menginfeksi paru-paru, kata Kawaoka, sama menakutkannya dengan pandemi virus lain, misalnya saja yang terjadi pada tahun 1918 yang membunuh 10 juta orang di akhir Perang Dunia I. Penelitian Kawaoka juga menunjukkan, orang yang lahir sebelum tahun 1918 memiliki antibodi untuk melawan virus H1N1 yang baru.
Karenanya, mungkin saja virus ini akan lebih berbahaya dari pandemi sekarang, mengingat kemampuan virus ini berevolusi menjadi bentuk baru. Selain itu, makin banyak orang tertular virus ini, makin besar peluang virus ini berubah jadi mematikan.
Dalam penelitiannya, Kawaoka dan timnya menginfeksi beberapa hewan percobaan dengan virus flu biasa dan virus flu yang jadi pandemi. Ternyata, virus H1N1 lebih mudah menggandakan diri pada sistem pernapasan dibandingkan dengan flu biasa, dan menyebabkan lesi pada paru-paru.
(fn/ant/km) www.suaramedia.com
Temuan itu, yang disiarkan di majalah Science, penting karena mendukung teori bahwa virus flu yang menyerang babi dapat bertukar gen dengan virus lain yang ada pada hewan tersebut, termasuk virus yang lebih berbahaya seperti virus flu unggas H5N1 atau H9N2.
Malik Peiris, ahli mengenai influenza yang mengerjakan studi itu, mengatakan temuan tersebut menggaris-bawahi pentingnya pengawasan penyakit pada babi.
"Itu memperlihatkan virus wabah dapat dengan mudah kembali ke babi. Segera setelah itu terjadi, virus tersebut dapat menyebar lagi bersama virus lain babi dan meningkatkan potensi konsekuensi yang tak terduga," kata Peiris, profesor mikrobiologi di University of Hong Kong.
Peiris dan rekannya, termasuk Guan Yi di University of Hong Kong, telah menemukan virus wabah H1N1 pada kain penyeka hidung dari babi yang kelihatan sehat di rumah jagal Hong Kong selama pemeriksaan rutin sejak Oktober 2009.
"Dari analisis genetika, apa yang ditunjukkan ialah masing-masing virus yang kami temukan pada babi tersebut berasal dari manusia," kata Peiris dalam satu wawacaran telefon dengan wartawan Kantor Berita Reuters, Tan Ee Lyn.
"Tak mengejutkan karena virus wabah muncul dari babi, jadi tak mengejutkan bahwa virus itu kembali ke babi," katanya.
Bertukar gen
Satu sampel yang dipisahkan dari babi di Hong Kong pada Januari 2010 membawa gen dari tiga virus --wabah H1N1, H1N1 "seperti virus unggas" Eropa dan apa yang disebut virus "triple reassortant", yang berisi sedikit virus flu unggas, babi dan manusia yang pertama kali ditemukan di Amerika Utara pada 1998.
"Ini menunjukkan babi adalah tempat virus wabah mungkin sebenarnya berubah dan menyebar kembali serta memperoleh kandungan baru yang mungkin," kata Peiris.
"Virus wabah tersebut pada manusia telah sangat stabil. Virus tak berubah sama sekali, bahkan meskipun orang prihatin itu mungkin menyebar kembali dan bercampur dengan virus manusia ... tapi tampaknya virus itu dapat bercampur dengan virus flu lain (pada babi)," katanya.
Penelitian genetika telah menunjukkan H1N1, yang pertama kali diidentifikasi pada April 2009, dan pada kenyataannya telah beredar selama setidaknya satu dasawarsa dan barangkali pada babi. Kendati ada pemantauan ketat pada ternak untuk melindungi mereka dari manusia, sedikit pemeriksaan dilakukan secara global untuk melihat apakah makanan ternak terinfeksi dan jika iya, oleh virus apa.
Beragam studi dalam satu tahun belakangan telah menunjukkan babi di Kanada dan negara lain tertular virus wabah H1N1, yang terbukti dibawa ke hewan oleh manusia.
Babi adalah waduk bagi banyak virus manusia, unggas dan babi dan para ahli seringkali merujuk hewan itu sebagai wadah pencampur yang ideal bagi patogen baru yang mungkin lebih berbahaya.
Ketika ditanya apakah ada kemungkinan H1N1 bercampur dengan H5N1, Peiris menjawab, "Itu tentu saja satu kemungkinan, itu sebabnya mengapa kita perlu mengikuti perkembangannya."
"Jika virus itu sangat mungkin untuk siap menyebar dan mengambil gen dari virus babi, kita mungkin akan menghadapi kombinasi gen baru yang dapat meningkat. Jika kita tak siap menghadapi itu, kita mungkin dapat menghadapi virus yang ... lebih mematikan yang kembali menyerang manusia," katanya.
Meskipun H5N1 adalah virus yang kebanyakan berasal dari unggas, virus tersebut mengakibatkan sakit yang lebih parah pada manusia dibandingkan dengan flu musiman dan menewaskan 60 persen orang yang diserangnya. Virus itu telah menyerang 499 orang dan menewaskan 295 di antara mereka sejak virus tersebut muncul pada 2003.
Organisasi Kesehatan Dunia awal Juni menyatakan wabah H1N1 belum usai, kendati kegiatannya yang paling kuat telah berlalu di banyak wilayah di dunia.
Sebelumnya, virus H1N1 yang menyebabkan flu babi masih dianggap enteng oleh masyarakat karena daya bunuhnya masih rendah. Baru-baru ini tim peneliti internasional mengungkapkan bahwa virus H1N1 ternyata lebih ganas dari yang selama ini diperkirakan.
Penelitian yang diketuai oleh virologis Yoshihiro Kawaoka menampilkan dengan detail gambar virus dan kualitas patogeniknya. Berbeda dengan yang selama ini dikira, ternyata virus H1N1 mampu menginfeksi bagian dalam sel di paru-paru, yang akan mengakibatkan pneumonia dan pada beberapa kasus, kematian. Virus flu biasa hanya menginfeksi satu sel pada sistem pernapasan atas.
"Ada kesalahpahaman tentang virus ini," kata Kawaoka, profesor patobiologikal dari UW-Madison School of Veterinary Medicine. "Orang mengira patogen virus ini serupa dengan flu biasa. Hasil studi kami memberi bukti nyata bahwa ia berbeda," katanya.
Kemampuan virus itu menginfeksi paru-paru, kata Kawaoka, sama menakutkannya dengan pandemi virus lain, misalnya saja yang terjadi pada tahun 1918 yang membunuh 10 juta orang di akhir Perang Dunia I. Penelitian Kawaoka juga menunjukkan, orang yang lahir sebelum tahun 1918 memiliki antibodi untuk melawan virus H1N1 yang baru.
Karenanya, mungkin saja virus ini akan lebih berbahaya dari pandemi sekarang, mengingat kemampuan virus ini berevolusi menjadi bentuk baru. Selain itu, makin banyak orang tertular virus ini, makin besar peluang virus ini berubah jadi mematikan.
Dalam penelitiannya, Kawaoka dan timnya menginfeksi beberapa hewan percobaan dengan virus flu biasa dan virus flu yang jadi pandemi. Ternyata, virus H1N1 lebih mudah menggandakan diri pada sistem pernapasan dibandingkan dengan flu biasa, dan menyebabkan lesi pada paru-paru.
(fn/ant/km) www.suaramedia.com










0 komentar:
Posting Komentar