Bismillah....
masih banyak yang menarik2 saya ke sini dan kesana.. tuduhan pun banyak dilontarkan, untuk menguji seberapa besar pengetahuan saya tentang dakwah ini atau saya hanya ikut2an bagai air yang mengikuti arus yang deras..
Dalam perjalanan dakwahnya di seluruh dunia hampir setengah abad, Hizbut Tahrir (HT) telah sering dihadapkan pada berbagai tantangan, rintangan, kendala, bahkan tuduhan keji dan fitnah; baik dari pihak Barat kafir, rezim penguasa sekular, maupun dari kalangan Muslim sendiri.Tantangan, rintangan, kendala, bahkan fitnahan dari Barat kafir terhadap HT lebih disebabkan oleh ketakutan mereka terhadap kebangkitan ideologi Islam dan tegaknya kembali Khilafah Islamiyah yang sedang diperjuangkan oleh gerakan-gerakan Islam, antara lain oleh HT. Karena itu, HT dipandang sebagai salah satu gerakan yang mengancam eksistensi mereka pada masa depan.Tantangan, rintangan, kendala, bahkan fitnahan dari para rezim sekular terhadap HT lebih disebabkan karena mereka adalah kaki-tangan Barat kafir, yang merasa terancam kedudukannya.Sedangkan tantangan, rintangan, kendala, bahkan fitnahan dari kalangan Islam sendiri terhadap HT lebih disebabkan antara lain karena: (1) kesalahpahaman akibat tidak sepenuhnya mendalami HT; (2) kedengkian terhadap eksistensi HT.Karena itu, tulisan berikut ditulis dengan maksud untuk menjawab sejumlah ‘tuduhan miring’ yang selama ini dialamatkan pada HT. Dengan begitu, diharapkan kesalahpahaman atau kedengkian sebagian kalangan Islam terhadap HT bisa diminimalisasi dan bahkan dihilangkan. Dengan itu pula, HT berharap dapat menjalin ukhuwah Islam dan kerjasama dakwah lebih erat dengan berbagai kalangan umat Islam, yang sama-sama berjuang demi tegaknya kembali syariat Islam secara total dalam kehidupan, tentu melalui tegaknya institusi Khilafah Islamiyah yang diwariskan oleh para generasi terbaik umat ini.
Tuduhan 1:HT hanya berwacana, tidak melakukan aksi real.
Penjelasan:Jika dikatakan bahwa HT mengemukakan wacana, tepatnya gagasan, ide atau pemikiran tertentu, memang iya. Tetapi, jika dikatakan bahwa HT hanya berwacana, yang seolah tidak melakukan apa-apa, jelas keliru.Pertama, Hizbut Tahrir (HT) itu sendiri justru didirikan sebagai tindakan nyata atas seruan Allah dalam surat Ali Imran: 104. Di dalam nas tersebut, Allah telah menggariskan tugas jamaah dakwah adalah menyerukan (mendakwahkan) Islam dan melakukan amar makruf nahi munkar.Menyerukan Islam itu bisa meliputi, ajakan kepada orang non-Muslim agar memeluk Islam, dan memulai kembali kehidupan Islam. Ajakan kepada orang non-Muslim agar memeluk Islam itu lebih efektif jika dilakukan oleh negara yang menerapkan syariat Islam. Dengan kata lain, ketika Khilafah sudah tegak, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasul pada tahun ke-8/9 H, yang dikenal dengan ‘Am al-Fath. Dan itu nota bene terjadi setelah berdirinya negara Madinah. Sedangkan ajakan memulai kembali kehidupan Islam (isti’nâf al-hayâh al-Islâmiyyah) itu dilakukan saat sebelum dan setelah berdirinya Khilafah. Inilah yang dilakukan oleh HT. Meskipun dari keduanya, aktivitas terakhir inilah yang menjadi prioritas aktivitas HT saat ini.Sedangkan amar makruf nahi munkar itu meliputi semua kemakrufan dan kemunkaran. Dan karena fakta kemakrufan dan kemunkaran itu ada yang bersifat individu, kelompok atau negara, maka amar makruf nahi munkar tersebut harus meliputi semuanya. Karena HT memandang sumber kemakrufan dan kemunkaran yang paling efektif dalam mewujudkan kemakrufan dan menangkal kemunkaran itu adalah negara, maka aktivitas tersebut harus bersifat siyasi (politik). Inilah yang menjadi alasan, mengapa aktivitas HT adalah aktivitas politik, sehingga bisa menjangkau sumber kemakrufan dan kemunkaran tersebut. Selain adanya sejumlah nas yang mengharuskan aktivitas seperti ini.Kedua, seruan kepada Islam, baik untuk menyeru orang non-Muslim agar memeluk Islam maupun menyeru orang Muslim agar memulai kembali kehidupan Islam, serta amar makruf dan nahi munkar adalah aktivitas ideologis, berbasis pada ide atau pemikiran tertentu, yaitu Islam. Itu artinya, bahwa jamaah dakwah tersebut harus bercirikan ideologis, bukan pragmatis. Fakta hanyalah obyek yang hendak diubah menurut ide atau pemikirannya. Ia tidak akan menjadikan fakta sebagai sumber untuk membangun aktivitasnya. Inilah yang dilakukan oleh HT. Maka, HT pun tidak menolak jika dikatakan berwacana, meski sekali lagi tidak hanya berwacana. Bahkan, HT pun menyatakan dirinya sebagai entitas pemikiran (kiyan fikri).Tetapi, lebih dari semuanya itu, apa yang dilakukan oleh HT semata-mata hanya meneladani perbuatan Rasul saw. ketika beliau mengemban dakwahnya, tanpa melakukan penyimpangan sedikitpun darinya, meski hanya seutas rambut. Dengan kata lain, karena itulah yang dicontohkan Nabi, maka HT pun melakukan seperti itu.Sebab, aktivitas Rasul saw. dalam mengemban dakwah Islam itu merupakan penjelasan bagaimana dakwah tersebut harus diemban. Tharîqah (metode) dakwah Rasul saw. merupakan hukum syariat yang harus kita pegang kuat-kuat; kita haram menyalahinya.Dakwah Rasul saw. pada masa lalu — yang wajib diikuti oleh setiap jamaah dakwah — dan diamalkan HT saat ini di antaranya:Pertama, Tatsqîf (pembinaan/pengkaderan), baik yang dilakukan secara intensif (murakkaz) ataupun kolektif (jamâ‘i). Ini adalah aksi real. Hasil-hasilnya juga dapat diindera dan nyata. Pembinaan intensif akan menghasilkan kader-kader dakwah yang berkepribadian Islam. Kader-kader ini akan melakukan pembinaan hingga membentuk kader baru. Sedangkan pembinaan umum akan mewujudkan pemahaman umat terhadap ideologi Islam, baik menyangkut konsep maupun metode implementasinya; sekaligus menciptakan kesadaran umat untuk mengadopsi, menerapkan, dan memperjuangkan Islam agar bisa diterapkan secara nyata untuk mengatur kehidupan.Kedua, ash-Shirâ‘ al-Fikrî (pergolakan pemikiran), yaitu menjelaskan batilnya pemikiran/pemahaman (mafâhîm), tolok ukur (maqâyis), keyakinan (qanâ‘ât), serta sistem yang ada sejak dari pangkalnya; kemudian menjelaskan mafâhîm, maqâyis, qanâ‘ât (2MQ) serta sistem yang sahih, yakni Islam.Ini akan membentuk opini umum Islam—yang dibangun di atas pengertian dan pemahaman Islam—di tengah-tengah masyarakat. Dari sini akan lahir kesadaran masyarakat tentang buruknya 2MQ dan realitas yang ada, kemudian mereka akan terdorong untuk bersama-sama melakukan perubahan ke arah Islam. Semua itu real dan dapat diindera; seperti meningkatnya kesadaran, pengertian, pemahaman, dan sambutan umat terhadap seruan penegakan syariat Islam saat ini.Ketiga, Al-Kifâh as-Siyâsî (perjuangan politik), yaitu aktivitas menghadapi segala bentuk penjajahan dan para penjajah sekaligus membongkar strategi mereka. Aktivitas ini ditujukan untuk menyelamatkan umat dari bahaya kekuasaan mereka dan membebaskan umat dari pengaruh dominasi mereka. Aktivitas ini juga mencakup aktivitas mengungkap kejahatan dan pengkhianatan para penguasa kaum Muslim, menyampaikan nasihat dan kritik kepada mereka, dan berusaha meluruskan mereka setiap kali merampas hak umat atau melalaikan kemaslahatan umat. Semua itu merupaklan aksi real dan hasilnya juga real, dapat diindera dan dirasakan.Keempat, Tabanni Mashâlih al-Ummah, yaitu mengangkat dan menetapkan kemaslahatan umat dengan cara melayani, mengatur, dan memelihara seluruh urusan umat sesuai dengan hukum-hukum Islam. Hasilnya, umat akan memahami dan menyadari kemaslahatan yang seharusnya mereka terima dan rasakan, yang justru sering diabaikan oleh penguasa dan sistem yang ada. Umat akan menyadari kebutuhan real mereka akan tegaknya penguasa dan sistem yang menjamin kemaslahatan mereka.Inilah fungsi dan tugas kelompok (partai) politik, mendidik umat agar memahami hak-hak mereka, dan mengingatkan penguasa agar tidak merampas hak-hak itu dari mereka. Dengan begitu, tugas ri‘âyah yang menjadi tugas negara, bukan tugas jamaah dakwah (partai politik) itu betul-betul akan dijalankan oleh para penguasa tadi, laksana pengurus dan pelayan rakyat. Nah, dalam hal ini HT berfungsi menjadi uyun al-ummah wa lisanuha (mata dan lidah umat). Semua itu juga merupakan bentuk aksi real dan hasilnya pun real.Kelima, Thalab an-Nushrah (mobilisasi dukungan), yaitu menggalang dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang memiliki kekuatan, kekuasaan, dan pengaruh di tengah-tengah umat; tentu setelah mereka didakwahi dengan dakwah Islam serta disadarkan akan pentingnya syariat Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Hasilnya adalah: Pertama, diperolehnya himâyah (perlindungan) terhadap dakwah dan para pengembannya sehingga aktivitas dakwah tetap bisa berjalan; kedua, memperoleh mandat kekuasaan untuk menerapkan hukum-hukum Allah. Aktivitas ini juga merupakan aksi real dan hasilnya pun real.Kesimpulannya, HT hanya melakukan aktivitas yang diserukan Allah. HT tidak menjadikan aktivitas yang boleh tetapi tidak diserukan Allah kepada jamaah sebagai aktivitas rutinnya. HT tidak akan melakukan aktivitas yang dilarang dilakukan oleh jamaah. Semua ini karena HT hanya mengambil teladan yang diberikan oleh Rasul saw., tidak lebih. Aktivitas yang dilakukan HT adalah sama dengan aktivitas yang dilakukan Rasul saw. bersama jamaah dakwahnya ketika berdakwah di Makkah; yang berbeda hanya cara dan sarananya saja. Semua yang dilakukan Rasulullah saw. bersama jamaah dakwahnya, sebagaimana yang—insya Allah—senantiasa diteladani oleh HT adalah aksi real.
Tuduhan 2: HT hanya berpolitik; tidak mempedulikan akidah, ibadah, dan akhlak.
Penjelasan:Anggapan itu muncul karena persepsi politik yang cenderung stereotype, dan tidak dipahami sebagaimana yang dikehendaki oleh Islam. Islam menggariskan politik (siyâsah) sebagai aktivitas ri‘âyah as-syu’ûn al-ummah dâkhliyy[an] wa khârijiyy[an] (pengaturan dan pemeliharaan segenap urusan umat, baik di dalam maupun luar negeri). Pengertian politik (siyâsah) seperti inilah yang dipahami HT dari hadis Rasulullah saw., sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra.:
Dulu Bani Israil selalu dipimpin/diurus oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, datang nabi lain menggantikannya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku; yang ada adalah para khalifah yang banyak. (HR Muslim).
Rasulullah saw. juga bersabda:
Siapa saja yang tidak memperhatikan kaum Muslim secara umum bukanlah bagian dari mereka (kaum Muslim)
.
Memperhatikan urusan kaum Muslim menurut hadis ini adalah wajib karena adanya qarînah (indikasi) laysa minhum (tidak termasuk bagian dari kaum Muslim), tentu dalam rangka mengatur dan melayani urusan mereka sesuai dengan hukum-hukum Islam. Inilah aktivitas politik real yang dikehendaki Islam.Perkara yang harus diperhatikan, diatur, dan dipelihara adalah seluruh urusan kaum Muslim secara umum; baik yang menyangkut akidah maupun syariah (ibadah, makanan, minuman, pakaian, akhlak, muamalat, dan ‘uqûbât [persanksian]); dengan tidak memisahkan antara persoalan duniawi dan ukhrawi. Semuanya itu akan sempurna jika syariat Islam diterapkan dalam segala aspeknya oleh negara. Untuk itu, setiap jamaah dakwah, termasuk HT, sejatinya harus mengemban dakwah Islam untuk tujuan ini, yakni tegaknya syariat Islam dalam sebuah institusi Khilafah Islam. Sebab, hanya dengan tegaknya syariat Islam dalam institusi Khilafah Islam inilah seluruh urusan, kepentingan, dan kemaslahatan kaum Muslim tadi dapat diwujudkan.Pendek kata, setiap jamaah dakwah justru harus berpolitik dalam arti yang sesungguhnya. Itulah yang telah, sedang, dan akan terus dilakukan oleh HT pada masa lalu, kini, dan masa datang.Hanya saja, karena aktivitas politik tadi bersifat ideologis (pemikiran), yang hendak digunakan untuk mengubah masyarakat, maka justru yang ditanamkan HT pertama kali adalah keyakinan terhadap ide (pemikiran). Ini bisa meliputi akidah ataupun hukum syara’. Dengan keyakinan terhadap ide (pemikiran) yang ditanamkannya, maka aktivitas politik yang berjalan akan konsisten dan tetap pada pakem ideologis, bahkan jauh dari ciri opurtunistik. Lalu, keyakinan yang mana, yang tidak diperhatikan oleh HT?Mungkin karena HT tidak melakukan kajian tentang akidah secara “mendalam”. Jika itu persoalannya, tidak lebih karena HT memandang, bahwa umat Islam saat ini masih memiliki akidah Islam. Hanya saja, HT memandang akidah yang mereka miliki itu harus diluruskan. Dalam hal ini, ada enam persoalan utama yang dianggap menjadi biang dari rapuhnya akidah kaum Muslim. Maka, keenam persoalan itu harus dipecahkan dan diselesaikan oleh HT, sebagaimana yang dilakukan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah, jauh dari perdebatan ahli kalam: (1) Qadha’ dan Qadar, (2) Qadar, (3) Tawakal, (4) Rizki, (5) Ajal dan kematian, dan (6) Hidayah dan Dhalalah.Karena itu, di dalam dakwahnya, HT tampak menonjol dalam aktivitas tashhîh (pelurusan/pemurnian) akidah, yang dari sana lahir hubungan dengan Allah yang begitu kuat. Selain itu, juga menghubungkan, di satu sisi antara problem manusia dengan hukum Allah, dan dorongan akidah yang menjadi pangkal lahirnya hukum tersebut, di sisi lain. Dengan begitu, dakwah ini menjadi dinamis —dan tidak pernah kehilangan ruh— dalam seluruh medan kehidupan.Di samping itu, dalam kitab-kitab lain yang dikeluarkan oleh HT, pembahasan mengenai akidah Islam ini sangat menonjol. Hanya saja, HT tidak memahami secara sempit akidah Islam sebatas sebagai akidah rûhiyah semata. Akan tetapi, HT memahami akidah Islam dalam maknanya yang sangat luas, yakni sebagai akidah rûhiyah sekaligus sebagai akidah siyâsiyah. Artinya, HT tidak hanya berbicara tentang bagaimana membangun keimanan secara benar dan lurus, tetapi lebih dari itu, bagaimana akidah ini bisa direfleksikan oleh kaum Muslim dalam bentuk penerapan syariat Islam secara total dalam kehidupan. Sebab, penerapan syariat Islam secara total dalam kehidupan—mencakup hukum-hukum ibadah, akhlak, makanan dan pakaian, muamalat (ekonomi, politik, pemerintahan, pendidikan, sosial, budaya, dan keamanan), serta ‘uqûbât/persanksian (seperti hukum cambuk/rajam bagi pezina, hukum potong tangan bagi pencuri, hukum qishâsh, dll)—justru merupakan ekspresi keimanan kaum Muslim yang sesungguhnya. Semuanya itu hanya mungkin diwujudkan dalam sebuah intitusi Khilafah Islam. Itu berarti, mau tidak mau, setiap jamaah dakwah harus bersentuhan dengan politik. Itulah yang juga dilakukan oleh Rasulullah saw. dengan mendirikan negara di Madinah al-Munawwarah.Karena itu, justru HT selalu berusaha menjelaskan bagaimana seharusnya umat ini membangun keimanan mereka secara benar. Dengan begitu, mereka diharapkan memiliki keimanan yang lurus, kuat menghunjam di dalam jiwa, produktif, dan berpengaruh. Maka tidak heran jika HT mengawali pembinaan masyarakat dan para kadernya dengan akidah Islam. Bahkan, bab pertama dalam kitab Nizhâm al-Islâm—yang merupakan kitab pertama yang wajib dikaji oleh setiap aktivis dan kader HT—berbicara mengenai Tharîq al-Imân, yakni bagaimana setiap Muslim harus menapaki jalan keimanan yang benar dan lurus.Jika demikian yang selalu diupayakan dan diperjuangkan oleh HT selama ini, lalu bagaimana mungkin HT dianggap tidak mempedulikan akidah?Sementara itu, dalam masalah ibadah (ritual), HT cukup dengan memberikan panduan agar ibadah itu lurus dan tidak menyimpang, yang nota bene ibadah itu bersifat tawqîfiyyah; harus diambil apa adanya sesuai dengen ketentuan yang dinyatakan dan ditunjukkan oleh nash. Manusia tidak boleh menambah, atau mengurangi ketentuan ibadahnya, bahkan mereka-reka sendiri. Sebab, ibadah adalah penyembahan kepada Allah dan hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana hamba harus menyembah (beribadah) kepada-Nya.Dengan panduan tersebut, HT menyerahkan sepenuhnya kepada para aktivis (syabâb)-nya dan umat agar mengadopsi hukum-hukum ibadah yang lebih rinci. Meski itu semua tetap harus didasarkan pada pendapat yang dinilai paling kuat dalilnya, baik penilaian itu diperoleh sendiri dengan menganalisis dalil ataupun dengan bertaklid kepada mujtahid yang dipercayai kadar keilmuannya.HT berpendapat, Khalifah sekalipun hendaknya tidak mengadopsi hukum tertentu dalam ibadah ritual ini, kecuali ibadah yang berkaitan dengan kesatuan kaum Muslim dan penampakkan syiar keagamaan seperti shaum Ramadhan, shalat Id, zakat, dan jihad. Di luar itu, pengadopsian hukum tertentu dalam masalah ibadah akan menimbulkan kesempitan (haraj) bagi kaum Muslim, sementara haraj itu tidak boleh ada dalam agama ini.Dan karena HT didirikan bukan sebagai mazhab agama, melainkan sebagai kelompok (partai) politik, maka gagasan, ide dan pemikirannya tentu dalam konteks apa yang seharusnya diemban oleh sebuah kelompok (partai) politik, bukan mazhab. Maka, mencoba membandingkan HT dengan mazhab di dalam Islam tentu tidak pada tempatnya.Pendek kata, anggapan bahwa HT tidak mempedulikan masalah ibadah jelas tidak benar dan bertentangan dengan fakta.Tentang akhlak, HT berpandangan bahwa akhlak adalah bagian dari hukum syara’. Karena akhlak tidak bisa dipisahkan dengan perintah dan larangan Allah. Karena itu, akhlak wajib direalisasikan pada diri setiap Muslim seluruh aktivitasnya agar sempurna sesuai dengan Islam. Inilah yang juga dibahas dalam salah satu buku wajib HT, yakni Nizhâm al-Islâm.Dalam rangka membangun individu Muslim yang berkepribadian Islam, sudah menjadi keharusan membentuk dan meluruskan akidah, ibadah, muamalat, dan akhlaknya. Sebab, secara syar‘i, kita tidak boleh hanya memfokuskan diri pada akhlak semata. Bahkan sebelum segalanya, harus diwujudkan lebih dulu keyakinan akidah. Satu hal yang mendasar tentang akhlak adalah bahwa akhlak wajib dibangun berdasarkan akidah Islam, dan seorang Mukmin wajib mempunyai sifat akhlak dengan prinsip, bahwa itu adalah perintah dan larangan Allah.HT tidak pernah mengabaikan akhlak. Bahkan HT membina para syabâb (aktivis)-nya dan umat umumnya agar menjadi Muslim yang berkepribadian Islam, bukan sekadar berakhlak Islam. Sebab, setiap Muslim wajib memiliki akidah yang lurus, kuat, dan produktif; taat dan rajin beribadah; berakhlak terpuji; dan senantiasa terikat dengan syariat dalam seluruh aspek kehidupannya. HT memandang, kaum Muslim bukan hanya harus senantiasa khusyuk dalam ibadah, jujur, bertutur sopan, gemar menebar senyum, amanah, bersikap welas asih, dan lain-lain—yang merupakan bagian dari akhlak Islam; tetapi juga mereka wajib berpolitik, menjalankan bisnis, menyelenggarakan pemerintahan, dan lain-lain berdasarkan syariat Islam.
selengkapnya baca di
http://www.al-khilafah.co.cc/2008/08/hizbut-tahrir-menjawab-tuduhan-miring.html
masih banyak yang menarik2 saya ke sini dan kesana.. tuduhan pun banyak dilontarkan, untuk menguji seberapa besar pengetahuan saya tentang dakwah ini atau saya hanya ikut2an bagai air yang mengikuti arus yang deras..
Dalam perjalanan dakwahnya di seluruh dunia hampir setengah abad, Hizbut Tahrir (HT) telah sering dihadapkan pada berbagai tantangan, rintangan, kendala, bahkan tuduhan keji dan fitnah; baik dari pihak Barat kafir, rezim penguasa sekular, maupun dari kalangan Muslim sendiri.Tantangan, rintangan, kendala, bahkan fitnahan dari Barat kafir terhadap HT lebih disebabkan oleh ketakutan mereka terhadap kebangkitan ideologi Islam dan tegaknya kembali Khilafah Islamiyah yang sedang diperjuangkan oleh gerakan-gerakan Islam, antara lain oleh HT. Karena itu, HT dipandang sebagai salah satu gerakan yang mengancam eksistensi mereka pada masa depan.Tantangan, rintangan, kendala, bahkan fitnahan dari para rezim sekular terhadap HT lebih disebabkan karena mereka adalah kaki-tangan Barat kafir, yang merasa terancam kedudukannya.Sedangkan tantangan, rintangan, kendala, bahkan fitnahan dari kalangan Islam sendiri terhadap HT lebih disebabkan antara lain karena: (1) kesalahpahaman akibat tidak sepenuhnya mendalami HT; (2) kedengkian terhadap eksistensi HT.Karena itu, tulisan berikut ditulis dengan maksud untuk menjawab sejumlah ‘tuduhan miring’ yang selama ini dialamatkan pada HT. Dengan begitu, diharapkan kesalahpahaman atau kedengkian sebagian kalangan Islam terhadap HT bisa diminimalisasi dan bahkan dihilangkan. Dengan itu pula, HT berharap dapat menjalin ukhuwah Islam dan kerjasama dakwah lebih erat dengan berbagai kalangan umat Islam, yang sama-sama berjuang demi tegaknya kembali syariat Islam secara total dalam kehidupan, tentu melalui tegaknya institusi Khilafah Islamiyah yang diwariskan oleh para generasi terbaik umat ini.
Tuduhan 1:HT hanya berwacana, tidak melakukan aksi real.
Penjelasan:Jika dikatakan bahwa HT mengemukakan wacana, tepatnya gagasan, ide atau pemikiran tertentu, memang iya. Tetapi, jika dikatakan bahwa HT hanya berwacana, yang seolah tidak melakukan apa-apa, jelas keliru.Pertama, Hizbut Tahrir (HT) itu sendiri justru didirikan sebagai tindakan nyata atas seruan Allah dalam surat Ali Imran: 104. Di dalam nas tersebut, Allah telah menggariskan tugas jamaah dakwah adalah menyerukan (mendakwahkan) Islam dan melakukan amar makruf nahi munkar.Menyerukan Islam itu bisa meliputi, ajakan kepada orang non-Muslim agar memeluk Islam, dan memulai kembali kehidupan Islam. Ajakan kepada orang non-Muslim agar memeluk Islam itu lebih efektif jika dilakukan oleh negara yang menerapkan syariat Islam. Dengan kata lain, ketika Khilafah sudah tegak, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasul pada tahun ke-8/9 H, yang dikenal dengan ‘Am al-Fath. Dan itu nota bene terjadi setelah berdirinya negara Madinah. Sedangkan ajakan memulai kembali kehidupan Islam (isti’nâf al-hayâh al-Islâmiyyah) itu dilakukan saat sebelum dan setelah berdirinya Khilafah. Inilah yang dilakukan oleh HT. Meskipun dari keduanya, aktivitas terakhir inilah yang menjadi prioritas aktivitas HT saat ini.Sedangkan amar makruf nahi munkar itu meliputi semua kemakrufan dan kemunkaran. Dan karena fakta kemakrufan dan kemunkaran itu ada yang bersifat individu, kelompok atau negara, maka amar makruf nahi munkar tersebut harus meliputi semuanya. Karena HT memandang sumber kemakrufan dan kemunkaran yang paling efektif dalam mewujudkan kemakrufan dan menangkal kemunkaran itu adalah negara, maka aktivitas tersebut harus bersifat siyasi (politik). Inilah yang menjadi alasan, mengapa aktivitas HT adalah aktivitas politik, sehingga bisa menjangkau sumber kemakrufan dan kemunkaran tersebut. Selain adanya sejumlah nas yang mengharuskan aktivitas seperti ini.Kedua, seruan kepada Islam, baik untuk menyeru orang non-Muslim agar memeluk Islam maupun menyeru orang Muslim agar memulai kembali kehidupan Islam, serta amar makruf dan nahi munkar adalah aktivitas ideologis, berbasis pada ide atau pemikiran tertentu, yaitu Islam. Itu artinya, bahwa jamaah dakwah tersebut harus bercirikan ideologis, bukan pragmatis. Fakta hanyalah obyek yang hendak diubah menurut ide atau pemikirannya. Ia tidak akan menjadikan fakta sebagai sumber untuk membangun aktivitasnya. Inilah yang dilakukan oleh HT. Maka, HT pun tidak menolak jika dikatakan berwacana, meski sekali lagi tidak hanya berwacana. Bahkan, HT pun menyatakan dirinya sebagai entitas pemikiran (kiyan fikri).Tetapi, lebih dari semuanya itu, apa yang dilakukan oleh HT semata-mata hanya meneladani perbuatan Rasul saw. ketika beliau mengemban dakwahnya, tanpa melakukan penyimpangan sedikitpun darinya, meski hanya seutas rambut. Dengan kata lain, karena itulah yang dicontohkan Nabi, maka HT pun melakukan seperti itu.Sebab, aktivitas Rasul saw. dalam mengemban dakwah Islam itu merupakan penjelasan bagaimana dakwah tersebut harus diemban. Tharîqah (metode) dakwah Rasul saw. merupakan hukum syariat yang harus kita pegang kuat-kuat; kita haram menyalahinya.Dakwah Rasul saw. pada masa lalu — yang wajib diikuti oleh setiap jamaah dakwah — dan diamalkan HT saat ini di antaranya:Pertama, Tatsqîf (pembinaan/pengkaderan), baik yang dilakukan secara intensif (murakkaz) ataupun kolektif (jamâ‘i). Ini adalah aksi real. Hasil-hasilnya juga dapat diindera dan nyata. Pembinaan intensif akan menghasilkan kader-kader dakwah yang berkepribadian Islam. Kader-kader ini akan melakukan pembinaan hingga membentuk kader baru. Sedangkan pembinaan umum akan mewujudkan pemahaman umat terhadap ideologi Islam, baik menyangkut konsep maupun metode implementasinya; sekaligus menciptakan kesadaran umat untuk mengadopsi, menerapkan, dan memperjuangkan Islam agar bisa diterapkan secara nyata untuk mengatur kehidupan.Kedua, ash-Shirâ‘ al-Fikrî (pergolakan pemikiran), yaitu menjelaskan batilnya pemikiran/pemahaman (mafâhîm), tolok ukur (maqâyis), keyakinan (qanâ‘ât), serta sistem yang ada sejak dari pangkalnya; kemudian menjelaskan mafâhîm, maqâyis, qanâ‘ât (2MQ) serta sistem yang sahih, yakni Islam.Ini akan membentuk opini umum Islam—yang dibangun di atas pengertian dan pemahaman Islam—di tengah-tengah masyarakat. Dari sini akan lahir kesadaran masyarakat tentang buruknya 2MQ dan realitas yang ada, kemudian mereka akan terdorong untuk bersama-sama melakukan perubahan ke arah Islam. Semua itu real dan dapat diindera; seperti meningkatnya kesadaran, pengertian, pemahaman, dan sambutan umat terhadap seruan penegakan syariat Islam saat ini.Ketiga, Al-Kifâh as-Siyâsî (perjuangan politik), yaitu aktivitas menghadapi segala bentuk penjajahan dan para penjajah sekaligus membongkar strategi mereka. Aktivitas ini ditujukan untuk menyelamatkan umat dari bahaya kekuasaan mereka dan membebaskan umat dari pengaruh dominasi mereka. Aktivitas ini juga mencakup aktivitas mengungkap kejahatan dan pengkhianatan para penguasa kaum Muslim, menyampaikan nasihat dan kritik kepada mereka, dan berusaha meluruskan mereka setiap kali merampas hak umat atau melalaikan kemaslahatan umat. Semua itu merupaklan aksi real dan hasilnya juga real, dapat diindera dan dirasakan.Keempat, Tabanni Mashâlih al-Ummah, yaitu mengangkat dan menetapkan kemaslahatan umat dengan cara melayani, mengatur, dan memelihara seluruh urusan umat sesuai dengan hukum-hukum Islam. Hasilnya, umat akan memahami dan menyadari kemaslahatan yang seharusnya mereka terima dan rasakan, yang justru sering diabaikan oleh penguasa dan sistem yang ada. Umat akan menyadari kebutuhan real mereka akan tegaknya penguasa dan sistem yang menjamin kemaslahatan mereka.Inilah fungsi dan tugas kelompok (partai) politik, mendidik umat agar memahami hak-hak mereka, dan mengingatkan penguasa agar tidak merampas hak-hak itu dari mereka. Dengan begitu, tugas ri‘âyah yang menjadi tugas negara, bukan tugas jamaah dakwah (partai politik) itu betul-betul akan dijalankan oleh para penguasa tadi, laksana pengurus dan pelayan rakyat. Nah, dalam hal ini HT berfungsi menjadi uyun al-ummah wa lisanuha (mata dan lidah umat). Semua itu juga merupakan bentuk aksi real dan hasilnya pun real.Kelima, Thalab an-Nushrah (mobilisasi dukungan), yaitu menggalang dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang memiliki kekuatan, kekuasaan, dan pengaruh di tengah-tengah umat; tentu setelah mereka didakwahi dengan dakwah Islam serta disadarkan akan pentingnya syariat Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Hasilnya adalah: Pertama, diperolehnya himâyah (perlindungan) terhadap dakwah dan para pengembannya sehingga aktivitas dakwah tetap bisa berjalan; kedua, memperoleh mandat kekuasaan untuk menerapkan hukum-hukum Allah. Aktivitas ini juga merupakan aksi real dan hasilnya pun real.Kesimpulannya, HT hanya melakukan aktivitas yang diserukan Allah. HT tidak menjadikan aktivitas yang boleh tetapi tidak diserukan Allah kepada jamaah sebagai aktivitas rutinnya. HT tidak akan melakukan aktivitas yang dilarang dilakukan oleh jamaah. Semua ini karena HT hanya mengambil teladan yang diberikan oleh Rasul saw., tidak lebih. Aktivitas yang dilakukan HT adalah sama dengan aktivitas yang dilakukan Rasul saw. bersama jamaah dakwahnya ketika berdakwah di Makkah; yang berbeda hanya cara dan sarananya saja. Semua yang dilakukan Rasulullah saw. bersama jamaah dakwahnya, sebagaimana yang—insya Allah—senantiasa diteladani oleh HT adalah aksi real.
Tuduhan 2: HT hanya berpolitik; tidak mempedulikan akidah, ibadah, dan akhlak.
Penjelasan:Anggapan itu muncul karena persepsi politik yang cenderung stereotype, dan tidak dipahami sebagaimana yang dikehendaki oleh Islam. Islam menggariskan politik (siyâsah) sebagai aktivitas ri‘âyah as-syu’ûn al-ummah dâkhliyy[an] wa khârijiyy[an] (pengaturan dan pemeliharaan segenap urusan umat, baik di dalam maupun luar negeri). Pengertian politik (siyâsah) seperti inilah yang dipahami HT dari hadis Rasulullah saw., sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra.:
Dulu Bani Israil selalu dipimpin/diurus oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, datang nabi lain menggantikannya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku; yang ada adalah para khalifah yang banyak. (HR Muslim).
Rasulullah saw. juga bersabda:
Siapa saja yang tidak memperhatikan kaum Muslim secara umum bukanlah bagian dari mereka (kaum Muslim)
.
Memperhatikan urusan kaum Muslim menurut hadis ini adalah wajib karena adanya qarînah (indikasi) laysa minhum (tidak termasuk bagian dari kaum Muslim), tentu dalam rangka mengatur dan melayani urusan mereka sesuai dengan hukum-hukum Islam. Inilah aktivitas politik real yang dikehendaki Islam.Perkara yang harus diperhatikan, diatur, dan dipelihara adalah seluruh urusan kaum Muslim secara umum; baik yang menyangkut akidah maupun syariah (ibadah, makanan, minuman, pakaian, akhlak, muamalat, dan ‘uqûbât [persanksian]); dengan tidak memisahkan antara persoalan duniawi dan ukhrawi. Semuanya itu akan sempurna jika syariat Islam diterapkan dalam segala aspeknya oleh negara. Untuk itu, setiap jamaah dakwah, termasuk HT, sejatinya harus mengemban dakwah Islam untuk tujuan ini, yakni tegaknya syariat Islam dalam sebuah institusi Khilafah Islam. Sebab, hanya dengan tegaknya syariat Islam dalam institusi Khilafah Islam inilah seluruh urusan, kepentingan, dan kemaslahatan kaum Muslim tadi dapat diwujudkan.Pendek kata, setiap jamaah dakwah justru harus berpolitik dalam arti yang sesungguhnya. Itulah yang telah, sedang, dan akan terus dilakukan oleh HT pada masa lalu, kini, dan masa datang.Hanya saja, karena aktivitas politik tadi bersifat ideologis (pemikiran), yang hendak digunakan untuk mengubah masyarakat, maka justru yang ditanamkan HT pertama kali adalah keyakinan terhadap ide (pemikiran). Ini bisa meliputi akidah ataupun hukum syara’. Dengan keyakinan terhadap ide (pemikiran) yang ditanamkannya, maka aktivitas politik yang berjalan akan konsisten dan tetap pada pakem ideologis, bahkan jauh dari ciri opurtunistik. Lalu, keyakinan yang mana, yang tidak diperhatikan oleh HT?Mungkin karena HT tidak melakukan kajian tentang akidah secara “mendalam”. Jika itu persoalannya, tidak lebih karena HT memandang, bahwa umat Islam saat ini masih memiliki akidah Islam. Hanya saja, HT memandang akidah yang mereka miliki itu harus diluruskan. Dalam hal ini, ada enam persoalan utama yang dianggap menjadi biang dari rapuhnya akidah kaum Muslim. Maka, keenam persoalan itu harus dipecahkan dan diselesaikan oleh HT, sebagaimana yang dilakukan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah, jauh dari perdebatan ahli kalam: (1) Qadha’ dan Qadar, (2) Qadar, (3) Tawakal, (4) Rizki, (5) Ajal dan kematian, dan (6) Hidayah dan Dhalalah.Karena itu, di dalam dakwahnya, HT tampak menonjol dalam aktivitas tashhîh (pelurusan/pemurnian) akidah, yang dari sana lahir hubungan dengan Allah yang begitu kuat. Selain itu, juga menghubungkan, di satu sisi antara problem manusia dengan hukum Allah, dan dorongan akidah yang menjadi pangkal lahirnya hukum tersebut, di sisi lain. Dengan begitu, dakwah ini menjadi dinamis —dan tidak pernah kehilangan ruh— dalam seluruh medan kehidupan.Di samping itu, dalam kitab-kitab lain yang dikeluarkan oleh HT, pembahasan mengenai akidah Islam ini sangat menonjol. Hanya saja, HT tidak memahami secara sempit akidah Islam sebatas sebagai akidah rûhiyah semata. Akan tetapi, HT memahami akidah Islam dalam maknanya yang sangat luas, yakni sebagai akidah rûhiyah sekaligus sebagai akidah siyâsiyah. Artinya, HT tidak hanya berbicara tentang bagaimana membangun keimanan secara benar dan lurus, tetapi lebih dari itu, bagaimana akidah ini bisa direfleksikan oleh kaum Muslim dalam bentuk penerapan syariat Islam secara total dalam kehidupan. Sebab, penerapan syariat Islam secara total dalam kehidupan—mencakup hukum-hukum ibadah, akhlak, makanan dan pakaian, muamalat (ekonomi, politik, pemerintahan, pendidikan, sosial, budaya, dan keamanan), serta ‘uqûbât/persanksian (seperti hukum cambuk/rajam bagi pezina, hukum potong tangan bagi pencuri, hukum qishâsh, dll)—justru merupakan ekspresi keimanan kaum Muslim yang sesungguhnya. Semuanya itu hanya mungkin diwujudkan dalam sebuah intitusi Khilafah Islam. Itu berarti, mau tidak mau, setiap jamaah dakwah harus bersentuhan dengan politik. Itulah yang juga dilakukan oleh Rasulullah saw. dengan mendirikan negara di Madinah al-Munawwarah.Karena itu, justru HT selalu berusaha menjelaskan bagaimana seharusnya umat ini membangun keimanan mereka secara benar. Dengan begitu, mereka diharapkan memiliki keimanan yang lurus, kuat menghunjam di dalam jiwa, produktif, dan berpengaruh. Maka tidak heran jika HT mengawali pembinaan masyarakat dan para kadernya dengan akidah Islam. Bahkan, bab pertama dalam kitab Nizhâm al-Islâm—yang merupakan kitab pertama yang wajib dikaji oleh setiap aktivis dan kader HT—berbicara mengenai Tharîq al-Imân, yakni bagaimana setiap Muslim harus menapaki jalan keimanan yang benar dan lurus.Jika demikian yang selalu diupayakan dan diperjuangkan oleh HT selama ini, lalu bagaimana mungkin HT dianggap tidak mempedulikan akidah?Sementara itu, dalam masalah ibadah (ritual), HT cukup dengan memberikan panduan agar ibadah itu lurus dan tidak menyimpang, yang nota bene ibadah itu bersifat tawqîfiyyah; harus diambil apa adanya sesuai dengen ketentuan yang dinyatakan dan ditunjukkan oleh nash. Manusia tidak boleh menambah, atau mengurangi ketentuan ibadahnya, bahkan mereka-reka sendiri. Sebab, ibadah adalah penyembahan kepada Allah dan hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana hamba harus menyembah (beribadah) kepada-Nya.Dengan panduan tersebut, HT menyerahkan sepenuhnya kepada para aktivis (syabâb)-nya dan umat agar mengadopsi hukum-hukum ibadah yang lebih rinci. Meski itu semua tetap harus didasarkan pada pendapat yang dinilai paling kuat dalilnya, baik penilaian itu diperoleh sendiri dengan menganalisis dalil ataupun dengan bertaklid kepada mujtahid yang dipercayai kadar keilmuannya.HT berpendapat, Khalifah sekalipun hendaknya tidak mengadopsi hukum tertentu dalam ibadah ritual ini, kecuali ibadah yang berkaitan dengan kesatuan kaum Muslim dan penampakkan syiar keagamaan seperti shaum Ramadhan, shalat Id, zakat, dan jihad. Di luar itu, pengadopsian hukum tertentu dalam masalah ibadah akan menimbulkan kesempitan (haraj) bagi kaum Muslim, sementara haraj itu tidak boleh ada dalam agama ini.Dan karena HT didirikan bukan sebagai mazhab agama, melainkan sebagai kelompok (partai) politik, maka gagasan, ide dan pemikirannya tentu dalam konteks apa yang seharusnya diemban oleh sebuah kelompok (partai) politik, bukan mazhab. Maka, mencoba membandingkan HT dengan mazhab di dalam Islam tentu tidak pada tempatnya.Pendek kata, anggapan bahwa HT tidak mempedulikan masalah ibadah jelas tidak benar dan bertentangan dengan fakta.Tentang akhlak, HT berpandangan bahwa akhlak adalah bagian dari hukum syara’. Karena akhlak tidak bisa dipisahkan dengan perintah dan larangan Allah. Karena itu, akhlak wajib direalisasikan pada diri setiap Muslim seluruh aktivitasnya agar sempurna sesuai dengan Islam. Inilah yang juga dibahas dalam salah satu buku wajib HT, yakni Nizhâm al-Islâm.Dalam rangka membangun individu Muslim yang berkepribadian Islam, sudah menjadi keharusan membentuk dan meluruskan akidah, ibadah, muamalat, dan akhlaknya. Sebab, secara syar‘i, kita tidak boleh hanya memfokuskan diri pada akhlak semata. Bahkan sebelum segalanya, harus diwujudkan lebih dulu keyakinan akidah. Satu hal yang mendasar tentang akhlak adalah bahwa akhlak wajib dibangun berdasarkan akidah Islam, dan seorang Mukmin wajib mempunyai sifat akhlak dengan prinsip, bahwa itu adalah perintah dan larangan Allah.HT tidak pernah mengabaikan akhlak. Bahkan HT membina para syabâb (aktivis)-nya dan umat umumnya agar menjadi Muslim yang berkepribadian Islam, bukan sekadar berakhlak Islam. Sebab, setiap Muslim wajib memiliki akidah yang lurus, kuat, dan produktif; taat dan rajin beribadah; berakhlak terpuji; dan senantiasa terikat dengan syariat dalam seluruh aspek kehidupannya. HT memandang, kaum Muslim bukan hanya harus senantiasa khusyuk dalam ibadah, jujur, bertutur sopan, gemar menebar senyum, amanah, bersikap welas asih, dan lain-lain—yang merupakan bagian dari akhlak Islam; tetapi juga mereka wajib berpolitik, menjalankan bisnis, menyelenggarakan pemerintahan, dan lain-lain berdasarkan syariat Islam.
selengkapnya baca di
http://www.al-khilafah.co.cc/2008/08/hizbut-tahrir-menjawab-tuduhan-miring.html
0 komentar:
Posting Komentar